PEMIMPIN YANG BAIK ADALAH PEMIMPIN YANG TIDAK SEKEDAR MEMIMPIN

"Tasarruf al-imam ala al-ra’iyah manuthun bi al-mashlahah", kebijakan yang diambil seorang pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan ummat yang dipimpinnya.

Di krisis yang multi dimensi segala aspek kehidupan yang terjadi dewasa ini semakin mempertegas akan melemahnya bentuk kepercayaan publik kepada pemimpin-pemimpin termasuk didalamnya yang mengaku sebagai para wakil rakyat.

Tetapi tidak adil rasanya kalau hanya mengarahkan kepada pihak-pihak tertentu karena semua pihak terkait dalam keadaan seperti ini sebagai pelaku dan penderita, semua kalangan masyarakat itu sendiri menjadi bagian dalam proses tersebut.

Tanggung jawab pada tiap individu tersebut juga berada pada pundak mereka, berawal dari lingkungan keluarga sampai kepada lingkungan negara semua berawal dari titik yang sama.

Adapun salah satu krisis tersebut adalah semakin besarnya ketidak percayaan publik yang secara signifikan  dimana hilangnya sebuah kepercayaan kepada para pemimpin itu sendiri.

Hal itu akibat dari pemimpin yang tak memiliki jiwa kepemimpinan yang bisa memahami apa yang di inginkan oleh yang dia pimpin. 

Untaian kaidah ushul fiqh yang menyebutkan kebijakan yang diambil pemimpin harus didasarkan pada kemaslahan ummat yang dipimpinnya.

Ironisnya kebijakan-kebijakan itu sendiri tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang dipimpinnya bahkan jauh dari sasaran.

Keberpihakan kepada masyarakat bisa berbanding terbalik dengan mewakili golongan tertentu.

Menurut Sun Tzu kepemimpinan adalah masalah yang berhubungan dengan intelejensi, kepercayaan, kebaikan, keberanian dan kedisiplinan. 


1. Kepemimpinan yang bergantung hanya pada aspek intelejensi, akan mengakibatkan munculnya pemberontakan.

2. Praktek kepemimpinan yang bergantung pada aspek kebaikan saja, akan menimbulkan kesan yang lemah.

3. Sikap percaya yang berlebihan juga megakibatkan kebodohan.

4. Terlalu mengandalkan kekuatan dari keberanian, akan mengakibatkan tindak kekerasan.

5. Penerapan kedisiplinan dan peraturan yang terlalu keras, akan mengakibatkan tindak kekejaman.

Seseorang baru dapat menjadi pemimpin apabila dia sudah memiliki ke lima aspek tersebut, dan sanggup menjalankannya dengan seimbang.

Pemimpin pada dasarnya adalah seseorang yang telah terpilih untuk menjadi seorang pemimpin, karena dianggap layak dan pantas serta memiliki kemampuan diatas rata-rata, dengan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.

Dengan perbedaan tingkatan jenis kepemimpinan maka semakin tinggi pula persyaratan dan tanggung jawab yang diembannya begitupun sebaliknya semakin rendah tanggung jawab dan persyaratannya pun semakin rendah.

Dalam teori politik modern untuk menjadi seorang pemimpin ada tiga syarat umum yang dirumuskan yakni

- akseptabilitas,

Akseptabilitas mengandaikan adanya dukungan riil dari sekelompok masyarakat yang menghendaki orang tersebut menjadi pemimpin.

Seseorang baru dianggap sah sebagai pemimpin jika ada yang menginginkan dan memilihnya menjadi pemimpin.

Aspek ini, dalam teori politik disebut sebagai legitimasi, yakni kelayakan seorang pemimpin untuk diakui dan diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya melalui proses pemilihan yang berlangsung secara jujur dan adil.

 - kapabilitas, 

Syarat kedua adalah kapabilitas. Jika akseptabilitas menyangkut keabsahan seorang sebagai pemimpin, maka kapabilitas menyangkut kemampuan untuk menjalankan kepemimpinan.

Untuk menjadi pemimpin tidak hanya cukup karena ada yang menghendaki menjadi pemimpin dan kemudian memilihnya sebagai pemimpin, tetapi harus dilengkapi dengan dengan kemampuan yang memadai untuk mengelola berbagai sumber daya dari orang-orang yang dipimpinnya agar tidak sampai terjadi konflik satu sama lain.

Akibat dari banyaknya perbedaan pemahaman dari setiap-setiap pribadi misalnya faktor tidak menyukai pemimpin tersebut karena berbeda tokoh yang di dukungnya, sehingga pemimpin harus mampu meredam dan menyatukan perbedaan tersebut dengan cara yang elegant.

- integritas. 

Syarat ketiga, integritas, tidak kalah pentingnya. Akseptabilitas dan kapabilitas hanya mungkin bisa menghasilkan ‘produk’ yang dirasakan orang-orang yang dipimpinnya jika dilengkapi oleh integritas. Kemampuan memimpinn dan keabasahan menjalankan kepemimpinan tidak cukup berarti jika pimpinan itu tidak memiliki integritas.

Apakah integritas itu? 

Secara sederhana, integritas adalah komitmen moral untuk berpegang teguh dan mematuhi aturan main yang telah disepakati bersama sekaligus kesediaan untuk tidak melakukan pelanggaran baik terhadap aturan maitu itu maupun terhadap norma-norma tak tertulis yang berlaku di masyarakat.

Untuk menjamin bahwa kebijakan itu betul-betul berorientasi pada kemaslahatan, maka tidak bisa hanya diserahkan kepada pemimpin.

Bukan karena integritas seorang pemimpin biasanya hanya terjadi sebelum dan pada masa-masa awal kepemimpinannya, tetapi terutama karena kekuasaan sangat menggoda untuk diselewengkan.

Di sinilah pentingnya control, agar kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan itu bisa diperkecil sampai pada tingkat minimal.

Pilihlah pemimpin yang bisa mengerti dan memahami dan mampu mendegar keluh kesah dari siapa yang dipimpinnnya bukan pemimpin yang hanya mewakili golongan tertentu, semua pilihan ada dipundak kita, saya dan anda serta siapapun yang bertanggung jawab dalam memilih pemimpin.

dari berbagai sumber
referensi : http://www.p3m.or.id/2011/11/syarat-seorang-pemimpin.html


Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel